Ilmu Budaya Dasar Bab 1 - Manusia dan Kebudayaan

  • Sabtu, 12 Februari 2011
  • 11 February 2011

    Ilmu Budaya Dasar Bab 1 - Manusia dan Kebudayaan

    Nama : Mohamad Fariz Dwi Adidana
    Kelas : 1KA33
    NPM : 14110475
    Materi : Ilmu Budaya Dasar
    Kelompok : 3
    Dosen : Ninuk Sekarsari


    Bagan Psiko-Sosiogram Manusia

    Berikut ini merupakan contoh dari bagan Psiko-Sosiogram manusia:
    diambil dari buku “Mentalitas dan Pembangunan”


    Nomor 7 dan 6 disebut sebagai daerah tak sadar dan sub sadar. Tak sadar karena memang sudah tertanam jauh di dalam diri manusia dan tak mampu disadari bahkan oleh manusia itu sendiri. Sub sadar karena sewaktu – waktu unsur – unsur yang sudah tertanam bisa meledak keluar lagi dan mengganggu kebiasaan sehari – hari.

    Nomor 5 disebut kesadaran yang tidak dinyatakan. Maksudnya pikiran – pikiran dan gagasan yang ada disimpan sendiri oleh manusia tersebut dan tidak ada seorang lain pun yang dapat mengetahuinya.

    Nomor 4 disebut kesadaran yang dinyatakan. kebalikan dari nomor 5, ini berarti manusia mengungkapkan kepada orang lain apa yang ada di pikirannya seperti perasaan, pengetahuan dan sebagainya.

    Nomor 3 disebut lingkaran hubungan karib. Di sini manusia memiliki seseorang atau sesuatu yang dianggap bisa menjadi curahan hati dan tempat untuk meminta bantuan. Tidak selalu manusia yang lain juga melainkan benda, atau makhluk hidup lain pun bisa berada pada lingkaran ini.

    Nomor 2 disebut lingkaran hubungan berguna. Bisa dianalogikan hubungan antara murid dengan guru, pedagang dan pembeli.

    Nomor 1 disebut lingkaran hubungan jauh yang berarti pikiran dan gagasan manusia tentang berbagai macam hal.

    Nomor 0 disebut lingkungan dunia luar yang berarti tentang pendapat dan pikiran seseorang tentang dunia atau daerah yang belum pernah dikunjungi atau dijumpai.

    STUDI KASUS :

    Studi Kasus saya ambil dari berita yang akhir-akhir ini marak terjadi,
    yang berhubungan dengan bagan psiko-sosiogram manusia nomor 2 seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.


    JAKARTA, KOMPAS.com - Guru ringan tangan masih saja terjadi di zaman modern ini. Gara-gara. persoalan sepele, seorang guru perempuan berinisal II tega menganiaya muridnya, Agung Haryono (9), siswa kelas  IV SD  Penjaringan 01, Jakarta Utara..
    Akibat penganiayaan yang terjadi pada Senin (26/7/2010) pagi itu, pelipis Agung terluka. Anak ini pun diduga gegar otak. Orangtuanya melaporkan hal itu ke Polsektro Penjaringan kemarin petang.
    Ibunda Agung, Daltiah (42), ketika ditemui kemarin mengatakan, penganiayaan itu terjadi saat  Agung mengikuti pelajaran sekitar pukul 08.00. Ketika itu, Agung keluar dari kelas untuk melihat jam yang berada di kantor sekolah.
    "Saya enggak tahu kenapa dia mau melihat jam, namanya juga anak-anak," kata ibu empat anak ini.

    Muntah-muntah

    Dari ruang kelas di lantai 2, Agung turun ke lantai 1. Saat berjalan di lantai 1, dia berpapasan dengan guru II. Belum diperoleh keterangan tentang penyebabnya, II langsung menjambak rambut Agung dan membenturkan kepala anak itu ke papan tulis yang tergantung di dinding dekat ruang kantor sekolah.
    "Kepala Agung dibenturkan II sekali, tapi anak saya langsung pusing," kata Daltiah.
    Setelah mengalami pusing kepala, Agung berjalan menuju kamar mandi. "Di kamar Agung muntah-muntah disaksikan beberapa temannya," ujar Daltiah lagi.
    Meski kondisinya tidak fit, Agung tetap mengikuti pelajaran hingga selesai. Beberapa teman Agung yang melihat peristiwa tersebut kemudian memberi tahu kakak Agung, Adi Prasetyo (19).
    Daltiah mengatakan, teman-temannya memberi tahu Adi bahwa kepala Agung dibenturkan oleh guru II. Dengan mengendarai sepeda motor Adi yang tinggal di RT 05/17 Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, menjemput adik bungsunya itu ke sekolah.
    Setibanya di rumah, Daltiah terkejut melihat Agung berjalan sempoyongan. "Nak, kamu kenapa kok kayak orang mabuk," tanya Daltiah saat itu.
    Semula, kata pedagang kain ini, Agung tidak mau menceritakan kejadian yang dialaminya. Setelah beristirahat sejenak, akhirnya Agung menceritakan peristiwanya.
    Melihat kondisi Agung, Daltiah membawanya ke Rumah Sakit Pluit. "Kata dokter, Agung harus dibawa ke dokter spesialis saraf," ujar Daltiah.
    Memang, kata dia, kalau kepalanya menunduk, pandangan mata Agung menjadi tidak normal. "Yang dilihatnya jadi buram," tujarnya.
    Sepulang Agung dari rumah sakit, para tetangga, termasuk ketua RW setempat, menyarankan Daltiah dan suaminya, Suratman, melaporkan kasus ini ke polisi. Saran itu pun dituruti oleh perempuan asal Bugis ini.
    Menurut Daltiah, yang menjadi korban kekerasan guru II bukan hanya Agung. Ada beberapa teman Agung yang diperlakukan kasar oleh II. Daltiah pun menyebut nama, antara lain Rian, Rizky, Clan Deva, yang juga anak tetangganya.
    Warta Kota belum berhasil menghubungi II maupun guru lainnya ataupun kepala SDN 01 Penjaringan.
    Kepala Suku Dinas Pendidikan Dasar Jakarta Utara, Istaryatiningtyas, ketika dihubungi mengaku belum tahu peristiwa tersebut. Dia mengatakan, bila benar-benar terjadi peristiwa itu, pihaknya sangat prihatin.
    "Saya akan mengutus tim ke SD Penjaringan 01 untuk mendalami persoalan yang sebenarnya," ujarnya.


    Langgar HAM
    Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait saat dihubungi Warta Kota mengatakan, tindakan yang dilakukan guru agama honorer di SDN  Penjaringan 01itu dapat dikategorikan melanggar hak anak. Guru II juga melanggar Pasal 81 dan 82 UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
    "Sekolah seperti disebutkan dalam Pasal 54 UU 23 Tahun 2002 adalah zona bebas kekerasan, baik dilakukan oleh guru, sesama siswa, maupun institusi sekolah. Kalau kekerasan dilakukan di lingkungan sekolah apalagi oleh guru, maka dapat dikategorikan melanggar pasal tersebut," ujarnya.
    Menurut Arist, kekerasan terhadap siswa masih terjadi di sekolah dan dilakukan guru karena sistem pendidikan yang tidak manusiawi. Pasalnya, baik siswa maupun guru tidak dituntut mengikuti pendidikan dengan benar, tetapi mereka hanya mengejar target. Guru dibebani kewajiban agar siswanya lulus, sehingga begitu ada murid yang tidak melaksanakan perintah guru akan dikenai sanksi.
    "Kurikulum kita tidak ramah terhadap anak dan guru. Jadi, mereka adalah korban dari sistem pendidikan. Atas nama disiplin, guru melakukan tindakan di luar akal sehat saat menghukum siswa. Kan ada hukuman konsekuensi. Tidak harus fisik," ujarnya.
    Kepala Unit Reskrim Polsektro Penjaringan Iptu Samian dan Kapolsektro Penjaringan Kompol Lalu Iwan tidak mengangkat ponselnya saat dihubungi semalam. Tetapi, informasi yang diperoleh Warta Kota nomor laporan polisi orangtua Agung adalah 337-KVII-2010-Sektor Penjaringan.
    Setelah menerima pengaduan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan orangtua murid yang merasa diintimidasi pihak sekolah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akan langsung melayangkan surat pemanggilan kepada Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan kepala masing-masing sekolah.
    "Insya Allah minggu depan pemanggilan Kepala Dinas Pendidikan DKI sekaligus bersama-sama dengan pimpinan sekolah yang diadukan," kata Wakil Ketua Komnas HAM, Nurkholis, di Jakarta, Senin. (gus/pro/bum)

    Sumber

    OPINI :
    Menurut saya tindakan yang dilakukan oleh seorang guru tersebut sudah sangat keterlaluan. Sebagai seorang guru yang merupakan pahlawan tanda jasa tidak pantas berprilaku seperti itu dengan alasan kedisiplinan.Ketegasan seorang guru memang di perlukan tetapi ketegasan yang dimaksud bukan kekerasan. Maka dari itu untuk bisa menjadi seorang guru tidak cukup hanya pengakuan secara akademik tetapi harus ada pembelajaran tentang emosional yang dapat implementasikan di kemudian hari.

    0 komentar:

    Posting Komentar